Selasa, 16 Juli 2013

Pernikahan, Merajut Cinta sejati

I. Definisi Nikah.
Nikah secara bahasa artinya mengawini dan menggauli. Secara istilah artinya,”Akad yang menghalalkan bagi seorang laki-laki mengumpuli seorang perempuan dengan syarat dan rukun yang ditentukan sya’i”.
II. Dasar Hukum.
Dasar hukum menikah adalah hadits Nabi Shallallahu’alaihi wasallam ;
يا معشر السباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء ) رواه الجماعه(
Artinya :
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian sudah mampu, maka menikahlah, karena (dengan menikah) lebih menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan (kehormatan), dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa (menahan nafsunya), karena sesungguhnya puasa itu pnerisai”. (HR. Jama’ah).
Dari hadits di atas para ulama’ menyimpulkan hukum menikah bagi laki-laki:
2.1. Wajib.
Jika sudah mampu menikah, dan nafsunya telah mendesak serta takut terjerumus dalam perzinahan, wajiblah baginya menikah, hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama’.
Sementara itu bagi mereka yang sebenarnya sudah dalam kondisi wajib menikah, dan sudah berusaha mencari pasangan akan tetapi Allah Subhanahu wata’ala belum memberinya, maka hendaklah ia bersabar, tidak berburuk sangka kepada Allah dan selalu berdoa tanpa putus asa.
Jika sampai akhir hayat belum juga mendapatkan pasangan hidup di dunia, maka Allah akan memberinya di akhirat kelak, sebagaimana dalam al-Qur an (QS.52:20)
2.2. Sunah.
Hukumnya sunnah bagi orang yang nafsunya sudah mendesak, dan ia mampu menikah, akan tetapi masih mampu menahan dirinya dari berbuat zina.
2.3. Mubah.
Bagi laki-laki yang tidak terdesak alasan-alasan yang mewajibkan menikah atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk menikah, seperti orang yang belum mampu memberikan nafkah lahir dan batin, maka hukumnya mubah.
2.4. Makruh.
Makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi nafkah isterinya, walaupun tidak merugikan isteri, karena isterinya kaya dan juga tidak mempunyai syahwat yang kuat.
2.5. Haram.
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah lahir dan batin isterinya serta nafsunya tidak mendesaknya, haram ia menikah, dan juga orang yang menikah dengan tujuan menganiaya isterinya.

III. Tujuan dan Hikmah pernikahan.
3.1. Manifestasi Ibadah.
Allah subhanahu wata’ala telah mensyariatkan :
“Maka nikahilah olehmu wanita-wanita yang baik bagimu, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja”. (QS. An-Nisa’:3).
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dalam sebuah hadits mengatakan, “…Bahkan jika kalian bercampur dengan isteri-isteri kalian adalah sedekah…”(HR. Muslim).
Dengan niat ibadah, maka visi dan misi dari suatu pernikahan semakin jelas, yaitu untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah, sehingga jika suatu hari nanti suami isteri ada permasalahan maka mereka akan ingat bahwa apa yang mereka tempuh adalah karena ingin mencari ridha Allah, bukan semata-mata untuk kepuasan nafsu belaka.
Dan tentunya jalan keluarnya adalah dengan kembali kepada al-Qur an dan as-Sunnah serta mengacu kembali pada orang-orang soleh terdahulu (Salaf as-Sholeh).
3.2. Menyempurnakan fitrah manusia.
Setelah manusia diciptakan, kemudian Allah memberinya syahwat agar timbul rasa tertarik kepada lawan jenisnya (QS. Ali-Imron:14) sehingga peradaban manusia tidak hilang dari muka bumi ini.
Dan karena juga sudah fitrah, maka kebutuhan biologis itu harus disalurkan dengan jalan yang baik menurut pandangan manusia dan benar menurut Allah dan rasul-Nya, yaitu dengan pernikahan secara syar’i.
Dan jika disalurkan tanpa melalui pernikaha, maka akan banyak kerusakan fisik maupun psikis yang tentunya akan menjadi pemicu rusaknya dunia dan agama, na’udzubillah.
3.3. Memenuhi kebutuhan sosial.
Di antara manfaat dan kepentingan sosial dalam pernikahan adalah :
a. Meneruskan peradaban manusia.
b. Memelihara dan mendidik keturunan.
c. Menjaga moralitas masyarakat.
d. Menumbuhkan kedewasaan dan kematangan berfikir.
e. Menjalin silaturrahim.

IV. Tata cara pernikahan.
Menurut kesepakatan para ulama’, menikah adalah ibadah, jadi pelaksanaan dan tata caranya diatur sedemikian rupa oleh agama sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, kemudian diikuti para sahabat Radhiyallahu’anhum, dan diikuti orang-orang shaleh sesudahnya.
Oleh karenanya islam mengatur sedemikian rupa, mulai dari memilih pasangan harus secara islami, ijab qobul, walimah atau resepsi, hingga rangkaian acara sesudahnya selayaknya dilakukan dengan cara yang islami serta meninggalkan Takhayul, pelaksanaan ibadah yang tanpa ada contohnya dari nabi shallallahu’alaihi wasallam, dan khurafat, termasuk segala adad yang bertentangan dengan islam harus dihindarkan.
Akan tetapi hal itu juga ada aturan-aturannya dalam agama dan tidak asal menyelisihi saja, karena menurut kaidah fikih “Asal dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga datang dalil yang melarangnya”.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah cara kita melarang atau menyelisihi jika ada yang terlarang. Kesalahan yang sering terjadi bagi orang-orang yang menyelisihi adalah, pertama hanya mendahulukan semangat saja, dan tidak mempertimbangkan pengaruh setelahnya, kedua menyelisihi disertai celaan yang menyakitkan pihak yang diselisihi, hendaknya kedua hal tersebut dihindari demi tercapainya kemaslahatan umum.
Dan untuk menyelisihi, lebih tepatnya harus diperhatikan beberapa hal, pertama dijelaskan dengan hikmah, kedua tidak disertai dengan justifikasi, ketiga tidak menggunakan istilah-istilah yang memancing emosi, keempat dijelaskan dengan konseptual yang ilmiyah, logis dan tidak memaksakan kehendak karena kewajiban kita bukan merubah akan tetapi menyampaikan.
InyaAllah dengan cara demikian bisa mencegah timbulnya konflik, baik antar keluarga maupun masyarakat.
Selanjutnya di antara tahapan-tahapan pernikahan adalah sebagai berikut :
4.1. Memilih pendamping.
Memilih pendamping hidup gampang-gampang susah, ada yang melalui pacaran, ada yang kawin lari, ada yang “MBA” (Married By Accident), ada yang dijodohkan orang tua, ada yang melalui kerabat, teman dekat atau orang-orang shaleh.
Dari beberapa cara tersebut timbul pertanyaan; mana yang lebih baik, mana yang lebih kecil resikonya dan mana yang lebih membahagiakan rumah tangganya kelak?
Sebagai manusia biasa, kita memang tidak mengetahui kelak apa yang akan terjadi dengan kehidupan setelah pernikahan. Namun dengan berikhtiyar dan terus berusaha mencari Ridha Allah, insyaAllah akan dapat memperkecil resiko-resiko pernikahan baik resiko di dunia maupun di akhirat.
Terkait dengan MBA, yaitu menikah karena hamil lebih dahulu, sangat tidak baik, pelakunya akan dicela di tengah masyarakatnya, dan diancam dengan adzab yang pedih di dunia dan akhirat.
Atau mungkin pacaran juga lebih baik? Islam tidak pernah mengajarkan pacaran, dan konotasi pacaran sendiri juga sangat buruk karena ini tradisi orang-orang kafir yang bermula dari kebudayaan orang eropa barat.
Jadi pacaran tidak boleh, karena yang dilakukan sudah mendekati perzinahan dan al-Qur an melarang mendekati zina.
Permasalahannya mungkin berkisar tentang pertimbangan memilih calon, jika harus menempuh pacaran yang dilarang itu, sebenarnya islam sudah memberikan arahan untuk pemilihan calon tersebut, sehingga tindakan yang harus dilakukan sebagai bahan pertimbangan adalah sebagaimana berikut ;
a. Mencari Ridha Allah ‘Azza Wajalla, bukan untuk menuruti hawa nafsu saja atau untuk kepentingan lain.
b. Mengutamakan faktor agama daripada faktor fisik, ekonomi dan kebangsawanan, syukur-syukur semuanya terkumpul.
c. Sebagai niat awal untuk menikah yang dalam hal ini disebut juga ibadah,
d. Sekufu atau sebanding.
e. Tidak ada paksaan, seorang laki-laki pada dasarnya boleh memilih wanita manapun yang ia inginkan, begitupun seorang wanita boleh menolak laki-laki manapun jika ia tidak menyukainya, akan tetapi hendaknya pemilihan dan penolakan yang dilakukan tidak hanya karena alasan duniawi saja, meskipun urusan tersebut juga penting akan tetapi jangan dijadikan sebagai landasan utama. Dan perlu diingat bahwa siapapun tidak boleh untuk memaksakan pernikahan atas diri orang lain, termasuk dorang tua, keluarga, orang alim dan shaleh jg termasuk di dalamnya.
4.2. Nadhor.
Nadhor adalah melihat wanita yang akan dinikahi, ini penting sekali dan bahkan nabi memerintahkan hal tersebut, karena kebahagiaan akan diperoleh manakala hati merasa tenang dengan melihatnya, mengenalnya dan mengungkapkan apa yang menjadi harapannya kepada calon yang hendak dinikahi, akan tetapi proses ini juga harus didampingi oleh pihak ketiga yang dikenal kejujurannya dan amanah.
Setelah nadhor hendaknya kedua calon pasangan tersebut melakukan shalat istikharah, untuk meminta petunjuk kepada Allah tentang calon yang akan dipinang bagi laki-laki dan apakah menerima atau menolak bagi wanitanya.
Perlu diperhatikan bahwa petunjuk tersebut tidak harus berupa mimpi, akan tetapi berupa kemantapan hati untuk menerima atau menolak, atau berupa hal yang membuat kita harus mempertimbangkan kembali keputusan yang telah dibuat.
4.3. Khitbah/lamaran.
Khitbah adalah, suatu perbuatan dan perkataan yang dilakukan seorang laki-laki kepada seorang wanita melalui keluarganya untuk meminta wanita tersebut menjadi isterinya dengan cara yang sesuai dengan tuntunan syar’i, dan jika terselip adat istiadat hendaknya yang tidak menyalahi aturan syar’i sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Perlu diperhatikan, wanita yang boleh dikhithbah;
a. Tidak ada halangan hukum yang melarang dilangsungkannya pernikahan, seperti dalam masa iddah dan lainnya.
b. Tidak sedang dilamar orang lain.
4.4. Aqad Nikah.
Para ulama’ sepakat bahwa salah satu rukun nikah adalah ijab dan qobul. Ijab adalah pernyataan pertama yang disampaikan wali mempelai wanita atau yang mewakilinya kepada calon mempelai laki-laki, contoh :”Saya nikahkan ….bin….dengan…binti… dengan mahar…… (disebutkan baik dengan tunai atau ditangguhkan).
Sedangkan Qobul adalah penerimaan mempelai laki-laki dengan menyatakan rasa ridha dan persetujuannya. Contoh : “Saya terima nikahnya……binti……dengan mahar……
Ijab Qobul boleh menggunakan bahasa yang dipahami kedua belah pihak, baik calon mempelai laki-laki dan juga wali mempelai wanita.
Setelah Ijab Qobul tersebut selesai dengan dihadiri dua orang saksi muslim yang adil, maka sahlah pernikahan itu.
V. Tata cara Resepsi/walimah pernikahan yang islami.
Walimah atau yang kita kenal sekarang dengan resepsi adalah juga suatu ibadah, dalilnya adalah perintah nabi shallallahu’alaihi wasallam kepada sahabat Abdurrachman bin Auf, “….Walimahlah meskipun dengan seekor kambing”, perintah tersebut menurut imam Zakariya Al-Anshari dimaksudkan sunnah muakkadah.
Walimah ini juga termasuk ibadah, jadi tatacaranya juga diatur oleh syar’i, yang tentunya ibadah tersebut dengan ketentuan sebagaimana berikut;
5.1. Mencari Ridha Allah.
Resepsi atau walimah yang baik adalah yang diselenggarakan dengan niat untuk mengumumkan suatu pernikahan dalam rangka mengikuti sunnah rasul dan mencari ridha Allah semata bukan untuk membanggakan diri atau niat-niat lain yang sifatnya pamer keduniawian.
5.2. Menghindari larangan yang berupa Ikhtilath/percampuran laki-laki perempuan.
Kebiasaan dalam suatu pesta resepsi/walimah adalah bercampurnya antara laki-laki dan perempuan, akibatnya ruang menjadi sesak dan terjadi persentuhan bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram baik dalam bentuk jabat tangan atau yang lainnya yang dalam islam disebut ikhtilat.
Kondisi tersebut juga menyulitkan bagi para tamu untuk menundukkan pandangan mata, sehingga tujuan walimah yang asalnya adalah untuk ibadah berubah menjadi maksiat yan tentunya keutamaannya pun juga akan tergeser nilainya.
Dan jika kita ingin memenuhi persyaratan suatu ibadah, maka harus ditaati ketentuan syar’i, termasuk di antaranya adalah memisahkan antara tamu laki-laki dan perempuan sehingga tujuan ibadah tidak tercampuri dengan kemaksiatan.
Memang hal ini masih sedikit yang melakukannya sehingga terkesan aneh, padahal seperti inilah yang diajarkan nabi shallallahu’alaihi wasallam. Dasar hukum tentang hal ini tidak memungkinkan penulis kemukakan semua, akan tetapi pembaca bisa melihat sendiri di, surat an-nur ayat 30-31, surat al-ahzab ayat 36, surat an-nur ayat 31 dan lain-lainnya.
5.3. Menghindari alat music yang diharamkan.
Yang seringkali terjadi dalam pesta adalah penggunaan alat music haram yang melalaikan, menjadikan hati lemah, dan membangkitkan syahwat, hal ini tidak boleh berdasarkan hadits Nabi Shallallahu’alaihi wasallam,”Akan datang suatu zaman, dimana umatku nanti akan menghalalkan zina,( kaum laki-lakinya) menghalalkan sutra (untuk mereka pakai), dan menghalalkan alat music” (HR. Al-Bukhari).
5.4. Menghindari mubadzir.
Dalam menyelenggarakan pesta pernikahan ini, manusia beraneka ragam biaya yang mereka keluarkan, mulai dari hitungan jutaan, puluhan juta, ratusan juta dan bahkan ada yang sampai milyaran rupiah, maka hal ini bisa menjadi kemubadziran yang akan dicontoh oleh mereka-mereka yang tidak mampu akan tetapi tetap nekat karena gengsi, mereka rela harus hutang ratusan juta hanya untuk pernikahan dengan alasan seumur hidup hanya sekali, sebenarnya hal tersebut akan lebih bermanfaat jika dialokasikan kepada mereka yang lebih memerlukan atau untuk sesuatu kemanfaatan lain, seperti menyantuni anak yatim dan lainnya.
5.5. Mengundang fakir miskin.
Di dalam sebuah hadits disebutkan, “sesungguhnya kalian ditolong (Allah) karena (menolong) orang-orang lemah di antara kalian”. Dan mengundang orang miskin adalah termasuk membantu mereka untuk menikmati sesuatu yang jarang atau bahkan belum pernah mereka dapatkan, dan hal ini juga ditujukan supaya semua merasa sama antara satu dengan yang lainnya dan menyadarkan bahwa dihadapan Allah semuanya sama kecuali dengan ketaqwaannya.
Dan dasar hukum yang lain adalah sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Makanan yang paling buruk adalah makanan dalam walimah, yaitu ketika hanya orang-orang kaya yang diundang sementara orang-orang miskin tidak diundang”.(HR. Muslim dan Baihaqi).
VI. Do’a-doa pengantin.
6.1. Do’a selamat (tahniah).
بارك الله لك ، وبارك عليك ، وجمع بينكما في خير
“Semoga Allah memberkahi kalian dan menetapkan keberkahan itu pada kalian, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”. (HR. al-Bukhari).
6.2. Do’a saat pertama suami bertemu isteri.
اللهم إني أسألك من خيرها وخير ما جبلتها عليه، وأعوذ بك من شرها وشر ما جبلتها عليه
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadam-Mu kebaikannya (Isteri) dan kebaikan watak serta perangainya, dan aku berlindung kepadam-Mu dari kejahatannya dan kejahatan watak serta kejahatan perangai yang Engkau berikan kepadanya” (HR. Al-Bukhori dan Abu Dawud)
6.3. Do’a bersetubuh.
بسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Ya Allah jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”.
VII. Isteri idaman.
1. Sambutanku saat suamiku pulang.
- Kukenakan gaun yang paling indah.
- Kusiapkan minuman dan makanan kesukaannya.
- Aku menyambutnya dengan ucapan indah yang paling disukainya.
- Aku menciumnya saat masuk rumah.
- Kudampingi sampai ia duduk atau ganti pakaian.
- Kutanyakan tentang aktivitasnya yang membuat ia senang.
- Aku berusaha agar ia selalu mencium wangi tubuhku.
- Jika sudah punya anak, kuajari anak-anak bagaimana menyambut ayah mereka.
2. Sambutanku kepada tamu-tamu suamiku.
- Aku sambut kedatangan mereka tanpa rasa berat untuk menjamu mereka.
- Tidak mengeluh karena terlalu sering atau terlalu banyak jumlah mereka.
- Kusiapkan apa yang diperlukan.
- Kurapikan sebelum mereka datang.
- Aku berkenalan dengan isteri-isteri mereka, dan menunjukkan simpatiku kepada mereka.
3. Sikapku saat suamiku sedang marah.
- Aku tidak boleh ikut marah dan berkata-kata buruk kepadanya.
- Aku berusaha menan emosiku betatapun aku merasa bahwa aku di pihak yang benar.
- Aku berusaha membuka kembali masalah itu dengan cara yang lembut dan menyenangkan setelah kemarahannya reda.
- Aku berusaha tidak tidur malam kecuali dengan keridhaannya.
- Aku berusaha mengingat-ingat hadits,”Suamimu adalah surga dan nerakamu”.
4. Sikapku saat suamiku sakit.
- Aku berusaha meringankan rasa sakitnya dengan hal-hal yang ia sukai.
- Kududuk di dekatnya untuk menghiburnya.
- Kucium keningnya dari waktu ke waktu.
- Selalu kuungkapkan kata-kata indah yang kuketahui bahwa ia menyukainya.
- Aku selalu berdoa untuk kesembuhannya.
- Aku selalu sebut kebaikan-kebaikannya atau hal-hal lain yang bisa menghiburnya.
5. Sikapku saat suamiku sedang tidur.
- Kusiapkan kasur dan kuberi wewangian.
- Sebelum tidur kuingatkan untuk berdoa.
- Kuingatkan agar melaksanakan sunah-sunah lainnya sebelum tidur.
- Kusiapkan gaun tidur yang ia sukai.
- Kujaga anak-anak agar tidak mengganggu ayahnya.
6. Persiapanku ketika suamiku hendak bepergian.
- Kusiapkan apa yang akan menjadi bekalnya.
- Kurapikan barang-barang bawaannya.
- Kusisipkan surat cinta tanpa sepengetahuannya.
- Aku antarkan keberangkatannya, dan kuungkapkan kesepianku tanpanya.
- Jika telepon khawatir mengganggunya, aku selalu sms yang menunjukkan bahwa aku sangat mencintainya.
7. Beberapa sikapku untuk menarik hati kedua orang tuanya terutama ibunya.
- Aku membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah.
- Kupilih saat-saat yang tepat untuk memberikan hadiah kepadanya.
- Kuberikan makanan-makanan kesukaannya sesering mungkin.
- Aku menghormati teman-temannya.
- Aku tidak mengatakan perkataan yang tidak disukainya.
- Kuceritakan kelebihan putranya, tanpa menyebutkan kekurangan-kekurangannya.
- Aku mendorong suamiku untuk sering berkunjung dan berbuat baik kepada ibunya.
- Ketika mengunjunginya aku berusaha mengawasi anak-anakku, agar tidak mengganggunya.
8. Sikapku dalam berbagai kesempatan.
- Aku menghubunginya saat pulang lebih lambat dari biasanya.
- Aku puji barang-barang yang dibelikannya.
- Kumasakkan menu kesukaannya.
- Aku selalu memanggilnya dengan panggilan yang paling disukainya.
- Kuadakan lomba shalat malam bersamanya.
- Kuingatkan selalu tentang tugas-tugasnya.
- Aku menunjukkan kesedihan saat dia sedang sedih.
- Aku tidak menuntut di luar kemampuannya, dan selalu kuingat sebuah ungkapan,”Yang paling diharapkan seorang wanita adalah seorang suami yang shaleh, jika ia sudah mendapatkannya, maka ia telah mendapatkan segalanya”.
- Aku harus bisa menciptakan suasana yang baru, agar suamiku tidak bosan-bosannya merindukanku.
- Menghidupkan pemahaman,”Kami tidak akan berselisih dengan urusan keduniawian”.
- Aku harus merubah penampilan dari waktu ke waktu, sehingga suamiku semakin mencintaiku.
VIII. Suami idaman
1. Pergaulanku dengan isteriku.
- Kuhadirkan ketenangan dalam setiap sisi kehidupan.
- Aku tidak akan mengungkapkan kekurangan-kekurangannya, akan tetapi jika kekurangan itu berupa sikap, aku akan menjelaskannya dengan perlahan-lahan.
- Aku akan kenali hal-hal apa saja yang menjadikan senang, lalu aku akan berusaha menyenangkannya dengan hal-hal tersebut.
- Aku tidak bersikap keras dalam berinteraksi dengannya, dan selalu melihat bahwa wanita adalah ibarat piala kaca yang harus di jaga jangan sampai pecah.
- Aku akan berusaha memenuhi permintaannya selagi aku mampu dan hal tersebut bukan sesuatu yang dilarang agama.
- Jika ia punya hobi tertentu aku akan mendukungnya selagi hal itu tidak melalaikan tugasnya sebagai seorang isteri.
- Aku harus peka dengan kondisi kejiwaan seorang wanita, terutama di saat datang bulan.
- Kupanggil dia dengan panggilan istimewa yang akan membuatnya senang dengan panggilan itu.
- Mengecup keningnya setelah ia melakukan sesuatu untukku.
- Aku mendidiknya untuk menjadi wanita yang taat kepada Allah dan rasul-Nya.
2. Sikapku dalam berbagai kesempatan.
- Aku berusaha berpakaian rapi, karena ia menyukai hal itu.
- Kuindahkan perkataanku ketika memanggilnya.
- Dari waktu ke waktu aku akan menjaga perkataan dan sikapku supaya ia tidak kecewa.
- Aku akan memuji kebaikan-kebaikannya.
- Kuungkapkan kekagumanku padanya, tentang apa yang dia lakukan untuk menyenangkanku.
3. Sikapku dalam hal makanan.
- Kupuji makanan dan minuman yang disiapkan.
- Aku membantunya dalam hal yang menjadi tugas-tugasnya jika hal itu diperlukan.
- Kuajarkan kepada anak-anak agar tidak mendahului ibunya dalam mengambil makanan.
- Jika aku tidak menyukai suatu makanan, aku tidak akan menyampaikan secara langsung.
- Jika ia tidak pandai memasak, aku tidak akan mencelanya karena hal tersebut.
4. Bantuanku pada isteriku.
- Memenuhi permintaannya saat ia meminta bantuan kepadaku dengan tanpa menunjukkan keberatan meskipun aku sedang capek.
- Dari waktu ke waktu selalu aku tanyakan apakah memerlukan bantuan ataukah tidak.
- Aku akan melihat hal-hal penting yang kira-kira dibutuhkan dan tanpa menunggu ia memintanya aku akan memberikannya.
- Saat ia memerlukan aku, akan aku tinggalkan pekerjaanku.
5. Sikapku kepada keluarga isteriku.
- Aku tidak segan-segan membantu keluarganya jika memang hal itu diperlukan dan aku mampu melakukannya.
- Aku tidak mencegahnya untuk berkunjung kepada orang tuanya atau kepada kerabat yang lain.
- Kutampakkan kegembiraan saat mengunjungi mereka.
- Kubawakan hadiah untuk kedua orang tuanya.
- Aku memujinya di depan keluarganya.
- Jika keluarganya memarahinya, aku akan menenangkannya.
6. Sikapku ketika isteriku sedang sakit.
- Aku selalu memperhatikannya, mengecupnya dan mendatangkan suasana yang kira-kira akan membuatnya bahagia.
- Kuberikan hadiah setelah kesembuhannya.
- Aku menggantikan pekerjaan rumahnya.
- Aku selalu berdoa untuk kesembuhannya.
- Aku meruqyahnya dengan dzikir-dzikir yang disyariatkan.
- Kusediakan makanan untuknya dan tidak aku tugaskan memasak.
7. Didikanku kepada anak-anakku.
- Kudidik anak-anak untuk taat dan hormat kepada ibu mereka.
- Kuajari mereka untuk mencium kening ibu mereka.
- Jika salah seorang dari mereka meminta sesuatu kepadaku, aku akan bertanya,”Apa kata ibu?, agar aku tidak menyalahi pendapatnya.
- Kutemani mereka saat ibunya istirahat, agar mereka tidak mengganggunya.
- Aku selalu mengontrol perkembangan anak-anak.
- Aku akan terapkan metode pendidikan yang disepakati bersama-sama.
8. Agenda dalam liburanku.
- Akan ku khususkan dalam salah satu hari-hariku untuk bersama mereka, sebagai hiburan buat mereka.
- Jika berlibur, akan aku buat agenda yang membuat kecintaan kami semakin meningkat dan agama kami juga semakin kokoh.
- Pada hari libur sekolah aku ingatkan mereka agar bermain dengan hal yang tidak melalaikan.
- Jika aku pergi jauh, aku akan ungkapkan kerinduanku kepadanya.
IX. Kiat menjadi pribadi yang menarik dan menyenangkan.
1. Menjadi pendengar yang baik.
Menjadi pendengar itu susah, terutama saat topik pembicaraan tidak begitu kita sukai. Terkadang orang mengadukan masalah bukan karena ingin meminta solusi, akan tetapi ingin didengarkan, jadi sebagai isteri atau suami harus benar-benar memahami sifat pasangannya dan apa yang diharapkan dari pasangannya, apakah yang ia harapkan didengarkan keluhannya atau dikasih pertimbangan. Karena hal kecil bisa berubah menjadi urusan besar jika tidak dihiraukan.
2. Menyebutkan nama dengan benar, atau yang disukai.
Apalah arti sebuah nama, bunga mawar, apapun nama untuknya, baunya akan tetap harum. Mungkin itulah prolog yang cocok untuk sub ini. Memang tidak penting tentang nama atau panggilan, akan tetapi kita juga harus ingat, bahwa sebagian orang akan marah atau tidak suka jika orang lain salah menyebut namanya atu memanggilnya dengan panggilan yang tidak ia sukai.
Maka dari itu, seorang suami atau isteri harus bisa membuat senang salah satu di antara keduanya sekalipun hanya dengan sebuah panggilan.
3. Menggunakan gaya bicara positif.
Gaya bicara harus diatur, ada kalanya seseorang merendahkan diri, ada kalanya membanggakan diri, hal ini harus dipelajari, itulah yang kemudian disebut dengan kecerdasan emosional. Seseorang tidak boleh merendahkan diri begitu saja dan juga meninggikannya, akan tetapi hal itu harus disesuaikan, misalkan dia berbicara tentang hal yang menyusahkan kemudian dia menganggap dirinya tidak bisa berbuat apa-apa, atau ketika berbicara tentang kehebatan seseorang kemudian menimpali, “kalau saya gampang yang seperti itu”. Kita hindari hal yang seperti kedua contoh tersebut, karena hal itu mengindikasikan keminderan dan kesombongan.
4. Membuat lawan bicara terkesan penting.
Bersikap baik, menepati janji, mendengarkan saat ada yang bicara, tersenyum saat ketemu, dan tidak membiarkan begitu saja bagi orang yang datang kepada kita adalah sikap yang akan membuat orang terasa terasa penting, dan hal demikian ini harus benar-benar dipahami suami atau isteri.
5. Mencari jalan damai dalam setiap kondisi.
Hal ini merupakan poin terpenting dari pembahasan ke-9. Harus kita sadari sepenuhnya, bahwa salah satu sebab utama rusaknya rumah tangga adalah karena suami atau isteri tidak saling mau mengerti dan memahami, sehingga jika ada masalah yang terjadi adalah saling mencari kesalahan pihak lain.
Ada pepatah,”Seorang suami yang didambakan isteri bukan hanya kaya dan terhormat, akan tetapi suami yang bisa mengalah kepada isteri. Dan seorang isteri yang didamba bukan hanya yang berparas cantik, akan tetapi yang bisa memahami suami saat ia sedang marah”. Maka jalan damai adalah solusi dari setiap masalah dalam hidup ini.
Dengan selesainya poin kelima dari pembahasan kesembilan ini, berarti selesai sudah buku kecil panduan pernikahan ini. Sehingga pernikahan benar-benar bisa merajut cinta yang sejati sepanjang hayat, dunia dan akhirat. Selanjutnya penulis selalu berdoa, semoga Allah berikan manfaat yang besar dari karya kecil ini.
Allahu a’lam bis-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar