Minggu, 16 September 2012

AI ITSAR

WARISAN ISTIMEWA YANG TERLUPAKAN
Saudaraku.. Pada saat ini kita telah benar-benar sampai pada masa dimana egoisme, individualisme, mau menang sendiri dan tidak memikirkan orang lain benar-benar telah melanda sebagian besar umat manusia, tak terkecuali umat islam pun banyak yang terkena virus ini. Asalkan dirinya telah kaya raya, dapat menumpuk-numpuk harta, hidup serba enak dan kecukupan, maka sudah cukup, itulah kira-kira gambaran prinsip umat kita hari ini. Muslim lainnya susah, tetangga kelaparan, miskin dan menderita itu urusan mereka sendiri, tidak ada urusan dengan dirinya. Jangankan itu, menyapa saja terkadang sulit, “ Siapa dia, memangnya apa hubungannya sama saya...”

Betapa menyedihkannya menyaksikan keadaan umat seperti ini. Generasi yang memegang teguh tali kebersamaan, penuh cinta dan pengorbanan seakan telah terputus dan berganti menjadi generasi yang mengabaikan salah satu warisan akhlak islam yang paling berharga, yaitu Al-itsar.
Oleh karena itu, alangkah baiknya bila kita mau membuka kembali warisan istimewa yang telah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan generasi shalih sesudahnya titipkan kepada kita. Ini bukanlah pembagian emas, perak atau benda warisan lainnya. Sesungguhnya ini lebih mulia dari itu semua, walaupun hanya berupa lembaran tulisan yang mengulas tentang gambaran sikap pengorbanan dan mendahulukan orang lain, yang mana hal ini lazim di sebut dengan al-itsar.
Dari sini, kita akan mencoba memahami makna itsar lebih dalam lagi disertai beberapa contoh-contoh yang mengagumkan dari perilaku itsar yang telah ditorehkan oleh generasi terdahulu. Mudah-mudahan, sajian yang sederhana ini dapat membuat satu atau dua hati, tergerak untuk mencoba memahami dengan benar-benar tentang makna itsar dan siap berazam untuk menjalankannya.
Inilah Itsar
Yaitu, mementingkan orang lain lebih dari diri sendiri. Sebagaimana Allah berfirman didalam Alqur’an Surat Al-Hasyr Ayat 9 yang berbunyi:
“ Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). “
Dalam kaca mata istilah, itsar adalah salah satu manfaat keagamaan yang terwujud bila terjalin ukhuwah diantara orang-orang yang seiman atau seaqidah. Ia juga dikatakan maksimal atau ikatan tertinggi ukhuwah islamiyah yang dimiliki seseorang. Dalam rangka menggapai keridhaan Allah Ta’ala semata, seorang muslim rela berkorban demi mendahulukan kepentingan saudaranya diatas dirinya sendiri. Ia rela untuk lapar demi mengenyangkan saudaranya, ia rela haus untuk menyegarkan saudaranya, ia rela untuk berjaga demi menidurkan saudaranya, ia bersunggauh-sungguh untuk mengistirahatkan saudaranya, ia juga rela untuk ditembus peluru dadanya untuk menebus saudaranya, tidak terbendung ras, yang putih rela mati demi yang hitam, yang hitam pun begitu sebaliknya.
Menilik pada pendefinisian diatas, maka itsar dapat kita simpulkan sebagai puncak ukhuwah islamiyah yang berorientasi pada tiga hal:
1. Ketulusan Untuk Menggapai Ridha-Nya
Dalam Islam tidak ada nilai persaudaraan yang tulus dan kukuh, juga tak ada kerjasama dalam kebaikan kecuali semua itu ditujukan hanya karena Allah dan keridhaan-Nya. Dalam sebuah hadist di katakan yang artinya:
“Seseorang mencintai orang lainnya, hendaknya hanya karena Allah semata.”

2. Atas Dasar Jalinan Keimanan atau Aqidah yang Satu
Dengan sendirinya, atas karunia dan kasih sayang Allah seseorang yang beriman akan menjadi sudara bagi mikmin yang lainnya. Sebagaiman firman Allah didalam Al Qur’an Surat al-Hujarat ayat 10 yang berbunyi:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara..”

Keimananlah yang dapat mengikat hati para hamba Allah dalam kasih sayang yang menggetarkan. Ia bukanlah ikatan-ikatan semu: darah, kabilah, kewilayahan, ras dan warna kulit. Kita pernah menyaksikan, bagaimana ikatan aqidah yang shahih telah memproklamirkan sebuah majelis mulia yang disana duduk sejajar mesra: Abu Bakar bangsawan Arab, Shuhaib imigran Romawi, Salman pengembara Persia, dan juga Bilal bekas budak negro Habasyah. Inilah bentuk keimanan yang sejatinya dapat melahirkan buahnya yang sangat manis.

“Ada tiga hal yang siapa saja yang berada didalamnya tentu akan ia temukan manisnya iman: Apabila Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain, mencintai seseorang karena Allah, dan benci untuk kembali pada kekafiran laksana ia benci jika dicampakkan ke dalam api neraka.”

3. Adanya Pengorbanan
Inti dari itsar adalah rela mengorbankan sesuatu yang dia miliki untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkan atau yang lebih membutuhkan dari dirinya.
Berkorban untuk orang lain bisa terjadi manakala sang pengorban memang memiliki kemampuan untuk melakukannya, atau bisa jadi si pengorban tidak memiliki kemampuan, bahkan lebih membutuhkan bantuan itu, tapi ketika ada orang lain yang memintanya, maka dia memberikan kebutuhan itu walau dia sendiri membutuhkannya.
Berikut ini akan kita saksikan beberapa kisah dari torehan cinta yang telah disemikan oleh generasi terdahulu sebagai bukti dari persaudaraan yang tulus abadi, dikenang dan telah di tulis oleh para sejarawan dengan torehan tinta emas yang penuh decak kagum yang tiada taranya. salah satunya sebagaimana yang dituturkan oleh Al ‘Adawi,
“Pada saat terjadi Perang Yarmuk, berangkatlah aku mencari keponakanku. Aku membawa air minum sekedarnya. Aku bermaksud, bila keponakanku itu ternyata tengah menghadapi maut akan aku beri minum. Ternyata ia memang kutemukan tengah menghadapi ajalnya. Dengan menunjukkan air itu, kutawarkan kepadanya, “Inginkah engkau minum?” ia menjawab, “Iya” dengan isyarat kepalanya. Namun, sejenak kemudian terdengar orang lain merintih, “Aduh.. aduh..” Keponakanku mengisyaratkan agar aku mendekati asal suara itu. Ternyata, itu rintihan Hisyam bin Al ‘Ash. “Mau minumkah engkau?” Tanyaku padanya. “Ya” jawab Hisyam dengan bahasa isyarat. Tak lama kemudian terdengar pula suara rintihan, “Aduh..” Mendengar rintihan itu, Hisyam pun mengisyaratkanku agar menghampiri asal suara itu. Ternyata ia telah gugur ketika aku menghampirinya. Lalu aku kembali ke tempat Hisyam, dan ternyata ia pun telah wafat. Aku pun kembali lagi ke tempat putera pamanku, ternyata ia pun telah gugur sebagai syahid.”
Tak seorang pun ada yang minum air itu karena lebih mengutamakan saudaranya meskipun dirinya dalam kondisi kritis yang mengkhawatirkan. Sungguh kita tak habis pikir dibuatnya.
Dari Fudhail bin Marzuq dia berkata: beliau datang kepada al hasan bin huyay karena ada kebutuhan yang sangat mendesak, sedangkan dia tidak punya apa-apa. Maka al hasan memberikan enam dirham dan dia memeberitahukan ia tidak memiliki selain itu. Maka Fudhail berkata: “ Subhanallah, Saya mengambil semuanya sedangkan engkau tidak punya yang lain? ” al hasan bersikeras memberikan semuanya, dan Fudhail juga enggan. Akhirnya dinar itu dibagi menjadi dua, dia ambil tiga dinar dan dia tinggalkan tiga dinar. (Tahdzib al Kamal 23/308)
Dari Aun bin Abdullah dia berkata, “ Seseorang yang sedang berpuasa berteduh, ketika menjelang berbuka seorang pengemis datang kepadanya, ketika itu dia hanya memiliki dua potong kue. Maka salah satunya diberikan kepada si pengemis, namun sejenak dia berkata, “ Sepotong tidaklah membuatnya kenyang, dan sepotong lagi tidaklah membuatku kenyang, maka kenyang salah satu lebih baik daripada kedua-duanya lapar. “ Akhirnya ia berikan yang sepotong lagi kepada si pengemis. Kemudian ketika tidur ia bermimpi didatangi seseorang dan berkata, “ Mintalah apa saja yang kau kehendaki. “Dia menjawab, “ Aku minta ampunan.” Orang tersebut berkata, “ Allah telah melakukan itu untukkmu, mintalah yang lain lagi? ” Dia berkata, “ Aku memohon agar orang orang mendapat pertolongan.” (Riwayat adDainuri dalam al-Mujalasah 3/47)
Satu kisah juga diceritakan oleh Ibnu Umar, bahwa seorang sahabat telah menerima hadiah sebuah kepala kambing. Karena dia merasa ada tetangganya yang lebih memerlukan, dia pun lalu memberikan kepala kambingnya kepada tetangganya tersebut. Ketika tetangganya menerima pemberian itu, dia teringat kepada tetangganya yang menurutnya lebih memerlukan lagi. Begitu seterusnya sampai kepala kambing tersebut berpindah tangan tujuh kali sebelum akhirnya kembali ke sahabat yang pertama kali menerimanya.
Subhanallah.. sungguh luar biasa kehidupan seperti itu. Pernahkah contoh kisah seperti ini terjadi dalam kehidupan kita saat ini? Ah.. rasanya tidak? Yang kita dapati, kehidupan kita hari ini adalah kehidupan yang jauh dari sifat-sifat mulia, dipenuhi keserakahan dan keegoisan, nafsi-nafsi, lu-lu, gua-gua. Semuanya mementingkan diri sendiri dan keluarganya saja.
Saudaraku yang seiman..., Semuah kisah diatas hanyalah riak kecil dari limpahan gelombang kemuliaan perbuatan mereka yang terpuji dan mengesankan. Kisah ini juga hanya merupakan setitik saja dari sekian banyak keindahan dan keterpujian mereka yang diabadikan oleh sejarah. Hal ini telah dibuktikan oleh generasi awal para sahabat Rasulullah dan orang-orang yang tetap setia mengikuti jejaknya dengan baik, sehingga terwujudnya kondisi masyarakat yang ideal yang menjadi dambaan dan angan-angan sejak masa yang lama.

Wahai Saudaraku.. setiap kali kita mendengar kisah-kisah orang shalih, ada perasaan rindu menghentak-hentak dalam jiwa, seolah kita terbang ke alam mereka, merasa dekat dan ingin merasakan hal yang serupa. Semoga bukan hanya hentakan-hentakan kecil dalam jiwa namun lompatan-lompatan besar dalam perilaku yang seperti mereka dapat kita wujudkan di alam nyata. Setiap muslim hendaknya melatih dan mentarbiyah jiwanya untuk memperhatikan, mendahulukan dan mengutamakan hajah saudara sesama muslim. Asahlah hati kita agar ringan tangan membantu orang lain. Lapangkanlah jiwa kita agar rela mengorbankan jiwa, harta dan tenaga kita untuk mengatasi kesulitan siapapun juga. Bersihkan dan sucikan sanubari kita dari sifat kikir dan dengki dengan ikut serta meringankan beban saudara seiman.
Saat ini, dalam kondisi bangsa yang carut marut seperti ini, generasi yang siap mewarisi akhlak itsar sangatlah diperlukan untuk menjadi tumpuan. Tapi, siapa lagi generasi itu kalau bukan kita? Kitalah yang harus mengemban amanah itu! Yang harus membuka kembali, mengambil, mengenalkan dan mencontohkannya ditengah khalayak masyarakat kita saat ini. Sesungguhnya itsar merupakan perhiasan ukhuwah yang paling indah, yang akan menghancurkan sekat-sekat ras, golongan, serta fanatisme kekeluargaan. Pengaruhnya pun akan menghantarkan kepada kebaikan yang banyak: hilangnya sifat iri, benci dan dengki akan pupus dari hati.
Mari kita wujudkan, indahnya saling berbagi karena ukhuwah, tak ada rasa pahit yang harus kita takutkan, semuanya manis. Yakinlah!
Abu Aiman dan Ummu Aiman

Sumber:
Majalah Dakwah Islam Gerimis edisi 11, thn.2, November 2007, dengan sedikit perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar